Webinar Series #2 Jurusan Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY telah menyelenggarakan kegiatan Webinar Series #2 pada hari Jumat, 24 September 2021 secara daring. Kegiatan ini diikuti oleh sejumlah 179 peserta yang berasal dari kalangan dosen, guru, mahasiswa, dll. Terdapat dua orang narasumber yang diundang untuk mengisi acara webinar series #2 hari ini yaitu Ibu Jamil Suprihatiningrum, Ph.D. yang merupakan dosen Program Studi Pendidikan Kimia UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Ibu Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. yang merupakan Koordinator Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA UNY. Kedua narasumber merupakan alumni Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA UNY.

Narasumber yang pertama yaitu Ibu Jamil Suprihatiningrum, Ph.D. memiliki bidang keahlian Pendidikan Sains Inklusif. Beliau baru saja menyelesaikan program doktornya dalam bidang Inclusive Science Education dari Flinders University South Australia. Pada presentasinya, Ibu Jamil Suprihatiningrum, Ph.D. menyampaikan tentang Teaching Chemistry with Disabilities: Possibilities & Challenges. Dr. Jamil mengawali presentasinya dengan menyampaikan perbedaan istilah yang digunakan untuk orang-orang disabilitas dalam konteks Indonesia di antaranya adalah: (1) siswa penyandang disabilitas, (2) siswa difabel, dan (3) anak berkebutuhan khusus. Selanjutnya, siswa dengan penyandang disabilitas dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) siswa disabilitas dengan insiden tinggi yang mencakup siswa dengan disabilitas intelektual atau emosional serta perilaku, dan (2) siswa disabilitas dengan insiden rendah yang mencakup siswa tuna netra, tuna rungu, dan tuli-buta. Pada konteks ini, menyelenggarakan pembelajaran kimia untuk kelas inklusif menjadi tantangan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan disabilitas (SDD). Untuk mendukung siswa SDD, guru dapat melakukan adaptasi dalam bentuk perubahan yang dilakukan pada kurikulum, pengajaran, penilaian, atau lingkungan belajar berdasarkan kekuatan dan kebutuhan individu siswa. Adaptasi pembelajaran yang dimaksud meliputi akomodasi dan modifikasi. Akomodasi dan modifikasi bersesuaian dengan kondisi disabilitas siswa. Misalnya untuk siswa tuna rungu maka dapat diberikan akomodasi seperti: (1) penyediaan alat bantu dengar, (2) memberikan waktu tunggu bagi siswa untuk memahami materi pembelajaran, (3) menyediakan materi visual dsb. Pada dasarnya untuk siswa dengan disabilitas insiden tinggi diperlukan modifikasi kurikulum. Adapun untuk siswa disabilitas dengan insiden rendah diperlukan akomodasi kurikulum. Cara lain untuk menanggulangi siswa disabilitas adalah dengan menggunakan Universal Design for Learning (UDL).

Setelah Jamil Suprihatiningrum, Ph.D. selesai menyampaikan presentasinya, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh nara sumber yang kedua yaitu Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. Pada presentasinya, Dr. Antuni menyampaikan tentang Using Socio-Scientific Issues in The Context-based Chemistry Learning. Dr. Antuni mengawali presentasinya dengan menyampaikan pentingnya Context-based Chemistry Learning (CbCL) dalam pembelajaran kimia. Hal tersebut di latar belakangi oleh adanya masalah yang berkaitan dalam pembelajaran kimia di antaranya adalah anggapan kurang relevannya kimia dengan kehidupan, kurangnya aplikasi konsep kimia, dan padatnya kurikulum pembelajaran kimia. Rendahnya relevansi sains merupakan fokus utama dari perlunya CbCL. Adapun paradigma Nature of Science (NOS) yang menekankan bahwa pada hakikatnya, sains tidak dapat dilepaskan dari aktivitas budaya, aktivitas/ metode ilmiah sains sebagai produk, pandangan terhadap dunia yang akan dipengaruhi oleh di mana anak lahir, tumbuh, dsb. Hadirnya CbCL membuat setiap pembelajaran kimia perlu untuk melibatkan konteks karena siswa tidak hanya dapat belajar kimia secara teoritis tetapi juga harus melibatkan lingkungan dari siswa dengan harapan dapat mengembangkan ketertarikan siswa. CbCL berbeda dengan Contextual Teaching Learning (CTL) dalam 4 atribut konteks yang ditekankan yaitu: (1) setting of focal interest di mana aktivitas dikatakan relevan dengan kehidupan siswa, (2) lingkungan perilaku, (3) bahasa spesifik, dan (4) latar belakang pengetahuan. CbCL ini dapat diterapkan dalam 4 model konteks yaitu: (1) sebagai aplikasi dari konsep, (2) resiprokal antara konsep dan aplikasi, (3) konteks disediakan sebagai aktivitas mental siswa, dan (4) konteks dipandang sebagai aktivitas budaya. Adapun salah satu konteks yang dapat digunakan dalam CbCL adalah isu-isu sosio ilmiah (SSI). SSI dapat mendukung perspektif sosio-budaya dari pembelajaran kimia karena SSI memiliki beberapa dimensi yang bersesuaian dengan dimensi pembelajaran kimia. Melalui penggunaan SSI dapat merefleksikan penggunaan 4 model dari konteks dalam CbCL serta dapat meningkatkan literasi sains siswa. Dimensi dalam SSI mencakup dimensi ekonomi, politik, keagamaan, etis, lingkungan, kesehatan, ilmiah, teknologi, masyarakat, moral. SSI yang dapat digunakan sebagai konteks dalam CbCL di antaranya adalah: (1) penggunaan boraks dalam makanan, (2) fenomena hujan asam, (3) isu terumbu karang, (4) penggunaan suplemen diet, dsb.

Melalui kegiatan webinar series #2 ini diharapkan berkontribusi terhadap peningkatan wawasan peserta yang berasal dari kalangan dosen, mahasiswa, dan guru khususnya terkait topik pendidikan inklusi dan isu-isu sosio ilmiah yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia.

Tags: